Raga yang Baru


Foto: Amazon.com
Bunyi jam weker di atas tempat tidur terdengar nyaring di telinga Sheila, jarum jam menunjukkan pukul 07:00 waktu Thailand. Ia tersentak, menyadari bahwa ia terlambat bangun. Kemudian bergegas meninggalkan tempat tidur berukuran 120x200 cm di sudut ruangan bernuansa feminim tersebut.

Bagaikan rutinitas setiap bangun tidur, ia selalu menengadahkan tangannya untuk berdoa kepada Tuhan, berharap Tuhan dan orangtuanya memaafkan keputusan yang ia lakukan 7 tahun silam dan mensyukuri nikmat yang masih Tuhan berikan untuknya.

Sheila duduk menghadap cermin di atas meja rias yang dipenuhi alat-alat makeup. Tangan Sheila tampak lihai merias wajahnya yang banyak memikat hati kaum adam.

Tak heran jika banyak pria yang terpesona dengan kecantikan Sheila. Wajah oval dengan dagu yang lancip, mata bulat dihiasi bulu mata lentik, hidung kecil yang mancung, serta bibir tebal yang tampak seksi bila dipoles dengan lipstik merah cabai, itu semua ada pada wajah Sheila.

Meski banyak pria yang menginginkan Sheila, hatinya belum siap untuk menerima cinta dari seorang pria. Bukan karena dia tak ingin, tapi ia ingin menyelesaikan masalah yang ia hadapi dengan keluarganya terlebih dahulu. Di samping itu, ia merasa tidak yakin ada pria yang ingin menerimanya tanpa memandang siapa dirinya yang sebenarnya.
****
Sheila adalah seorang model berkebangsaan Indonesia yang terkenal di Thailand, ia diundang untuk menjadi model dalam Bangkok International Fashion Week yang bertema “Cinta Ibu”. Ya, acara itu memang jatuh pada Hari Ibu Internasional.

Sheila tampil menawan dengan balutan dress merah maroon yang terlihat elegan, dengan rambut panjang sepinggang yang dibiarkan tergerai. Ia tak berjalan sendiri di panggung, seorang gadis kecil menggandeng tangan Sheila dengan mimik wajah ceria, sama seperti dirinya.

Hampir 2 jam pagelaran tersebut berlangsung, Sheila yang merasa lelah duduk bersandar di sofa berwarna hitam yang terdapat di ruang make up. Sofa itu tepat menghadap pintu yang terbuka, sehingga memungkinkan Sheila untuk melihat orang yang lalu lalang di luar ruangan make up.

Sheila memeriksa handphonenya yang terus menerus berbunyi, tanda chat masuk. Suara anak perempuan terdengar menggemaskan di telinganya. Sheila menoleh ke arah pintu yang terbuka, ia melihat sosok anak perempuan sedang memberikan bunga kepada Ibunya.

Mami, I love you with all my heart. Happy Mother Day”, ucap Anak perempuan itu, sembari memberikan Bunga Matahari kepada Ibunya.

Thank you my little girl, may God always bless you”, balas Ibu dari anak tersebut, mencium pipi anaknya.

Sheila teringat sosok Ibu dan Ayahnya, Ibu yang sudah 7 tahun tidak ia ketahui kabarnya. Terbesit di hatinya untuk diam-diam menengok orangtuanya di Indonesia.

Sebenarnya sudah lama Sheila ingin kembali berkumpul dengan keluarganya, namun kenangan pahit yang ia alami setelah menyampaikan keinginan yang tak diridhoi orangtua maupun Tuhan, membuat ia enggan untuk kembali melangkahkan kaki di rumahnya.

Namun rasa rindu terus berkecamuk dihatinya, tak bisa dipungkiri, ia sangat ingin bertemu orangtuanya.
***
Sosok wanita berusia 55 tahun itu menggunakan kacamata, duduk di bangku yang terletak di teras rumah, sibuk dengan surat kabar yang sedang ia baca saat itu. Di hadapannya terdapat sebuah meja dengan pola segi empat berwarna cokelat kayu setinggi 1/2 meter, di atas meja itu terdapat secangkir kopi serta kue kering.

Wanita tua itu tak sadar ada sebuah taksi berjarak 2 meter dari rumahnya. Di dalam taksi tersebut, ada seorang wanita cantik yang sejak 1 jam lalu memperhatikan wanita itu membaca surat kabar.
Ibu.. Ibu tampak baik-baik saja walaupun tidak ada saya di samping Ibu” ucap Sheila dalam hati.
Hatinya menjerit ingin berlari dan memeluk orang yang ia kasihi itu, namun kakinya terasa berat untuk melangkah ke hadapan sang Ibu.
***
Dua hari setelah hari dimana Sheila melihat Ibunya pertama kali setelah 7 tahun tak bertemu, Sheila memutuskan untuk kembali menemui orangtuanya. Kali ini berbeda, ia mengumpulkan niat untuk memberanikan diri menyapa Ibunya.
***
Pemandangan berbeda yang Sheila lihat pagi itu, Ibunya tengah menyapu halaman rumah yang ditumbuhi pohon rambutan dan pohon belimbing.

Sheila turun dari taksi yang ia tumpangi, ia menggunakan kacamata cokelat dan selendang yang menutup sebagian kepalanya. Saat tiba sekitar ½ meter dari posisi Ibunya berdiri, ia memberanikan diri untuk berbicara.

”Permisi Ibu,” ucap Sheila.

“Iya nak, cari siapa?” balas Ibunya.

Sheila bingung harus menjawab apa, ia terpaku mendengar suara Ibunya. Ada sesuatu yang tertahan di kelopak matanya, namun ia mencoba mengendalikan perasaannya.

“Nak, cari siapa?” tegur Ibunya lagi.

“Ibu, nama saya Sheila,” senyum terpancar dari wajahnya.

“Sheila?” Ibunya terdiam, mencoba mengingat apakah ia memiliki kerabat atau teman bernama Sheila.

“Oh, maaf Ibu, mungkin saya salah alamat. Maaf sudah mengganggu Ibu,” ucap Sheila tergesa-gesa membalikkan badannya.

“Tunggu nak, apakah Sheila temannya Sonny? Sonny anak saya, sudah 5 tahun pergi dari rumah,” ucap Ibu.

“Ehm.. ehmm.. maaf bu saya tidak kenal dengan Sonny. Saya permisi,” balas Sheila.

“Sheila, jika kamu temannya Sonny, tolong katakan padanya. Ibu rindu sekali dengan Sonny. Bapaknya sudah meninggal 2 tahun lalu, saat ini Ibu hanya hidup bersama adiknya Sonny,” ucap Ibu.

Sheila tak sanggup menahan air matanya, ia berlari menuju taksi yang menunggunya. Sheila tak ingin terlihat menangis di hadapan Ibunya.

Sepanjang perjalanan ke hotel, Sheila menangis tersedu-sedu di dalam taksi. Ia tak mempedulikan sopir taksi yang kedapatan beberapa kali melirik dirinya melalui kaca spion di dalam taksi.

Sheila ingin kembali tinggal bersama Ibunya lagi, tapi ia tidak bisa memaafkan dirinya sendiri meski pun Ibunya telah memaafkan Sheila. Sheila merasa tidak pantas kembali ke rumah, ia takut menjadi aib bagi keluarganya.
***
*Plaakkk*

Suara tamparan tangan terdengar di ruang tamu, Sonny menangis bersujud di hadapan Ayah nya.
Ayah nya kaget bukan kepalang setelah mendengar permintaan anak sulung nya.

“Kalau kamu tetap bersikekeuh melakukan hal gila itu. Jangan salahkan Ayah jika Ayah tidak menganggapmu sebagai anak Ayah lagi!” ucap Ayah Sonny dengan amarah.

“Tapi yah, aku ngerasa aneh sama diri aku. Aku tidak seperti kebanyakan laki-laki di luar sana. Aku lebih menyukai bergaul dengan wanita, aku lebih nyaman jika aku memposisikan diri aku sebagai wanita,” balas Sonny dengan isak tangis yang semakin menjadi-jadi.

“Ibu gagal Sonny mendidik kamu, Ibu gagal,” ucap Ibu Sonny dengan air mata yang membasahi pipinya.

Malam itu rasa sedih, marah, dan bersalah bercampur menjadi satu. Ayah dan Ibu pergi, masuk ke dalam kamar, meninggalkan Sonny yang duduk di lantai menangis terisak.

Sejak usia Sonny 10 tahun, ia memang sudah menunjukkan bahwa dirinya memang lebih suka menjadi perempuan. Temannya 90% terdiri dari perempuan, ia lebih menyukai kegiatan yang seharusnya dilakukan oleh perempuan, tingkah laku dan gaya berbicaranya pun lenbut seperti perempuan.

Ayah dan Ibunya bukan tidak peduli dengan sikap anaknya, mereka sudah sering menasihati. Namun dihiraukan oleh Sonny.

Selama seminggu setelah kejadian malam dimana pipinya ditampar oleh Ayahnya sendiri, Ayah Sonny tidak pernah mau berbicara dengan Sonny, menatap saja enggan.

Karena tekad Sonny sudah bulat, akhirnya berbekal tabungan yang ia miliki. Sonny kabur dari rumah, ia ingin berpamitan dengan orangtuanya, tetapi ia pikir nanti suasananya akan semakin kacau.
Ia menulis surat untuk orangtuanya, isi surat itu merupakan permohonan maaf atas keinginan yang tidak bisa ia tahan lagi. Sonny pun pergi ke Negeri Gajah Putih untuk mewujudkan keinginannya.

Biaya untuk merealisasikan keinginannya itu ia dapatkan selama setahun bekerja menjadi pegawai di sebuah toko.

Terik matahari menemani langkah kaki Sonny menuju Rumah Sakit Yan Hee. Sonny mencoba berkonsultasi dengan dokter spesialis di rumah sakit tersebut.

Setelah 30 menit berbicara dengan dokter, Sonny pamit. Mereka sepakat bahwa 2 hari lagi Sonny akan melakukan penyuntikan hormon.

Penyuntikan hormon dilakukan cukup lama, yaitu sekitar satu tahun. Setiap bulan, Sonny pasti selalu menjadwalkan dirinya untuk suntik hormon di Rumah Sakit Yan Hee.

Setelah satu tahun, dokter mengizinkan Sonny untuk melakukan operasi. Operasi itu berlangsung selama 7 jam, dokter berhasil melakukan operasi transgender. Ya, itulah tujuan Sonny datang ke Thailand. Negeri yang terkenal sebagai surganya transeksual.

Sonny merasa, sebagai seorang transgender, ia merasa diterima di Negera Gajah Putih tersebut. Meski seorang transgender, tak ada hinaan yang dilontarkan oleh masyarakat di sana, beda cerita jika ia hidup di Indonesia.


Semenjak Sonny berhasil melakukan operasi transgender, namanya bukan lagi Sonny,  melainkan Sheila.

Komentar

  1. ternyata sheila itu sonny!! ini unpredictable ending bgt si! gudluck untuk penulis ya sis, terus berkarya!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih hana atas komentarnya. Semoga saya bisa menyuguhkan tulisan fiksi yang lebih menarik.

      Hapus
  2. Sebenernya gambar dipos ini udah ngasih sedikit "spoiller", jadi kurang surprise.
    Tapi bagus kok ceritanya, enjoyable sampe ending. Masih geregetan pengen liat ibunya Sonny realized siapa Sheila sebenarnya, hhaha.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih radit, iya saya telat menyadari bahwa gambar tersebut spoiler. Terimakasih atas kritik nya ya.

      Hapus
  3. Ceritanya mengejutkan. Foto nya mending dihapus aja daripada spoiler dan sedikit koreksi, di paragraf 15 ada kalimat yg tidak diberi kata depan di. Hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo Nur Kurnia, terimakasih atas kritik dan sarannya.

      Hapus
  4. Cerita yang ringan namun seru bacanya. Ditunggu cerita lainnya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo Siti Anisa, terimakasih sudah membaca cerita saya.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengertian, Ciri-Ciri, dan Sejarah Pojok

Blangko kok "Diumpetin"?